PARADIGMA PENDIDIKAN NASIONAL
Paradigma adalah
cara seseorang memandang kenyataan dalam kehidupan. Istilah paradigma populer karena pemikiran Thomas Kuhn
(1970) dalam bukunya The Structure of
Scientific Revolutions ketika menjelaskan revolusi ilmu pengetahuan. Kuhn
menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan berkembang dari masa awal pembentukan.
Setelah memasuki masa pembentukan, ilmu pengetahuan memperoleh pengakuan, dan
kemudian berkembang menjadi sebuah paradigma. Pada tahap ini sebuah teori ilmu
pengetahuan diakui sebagai suatu kebenaran dan dijadikan sebagai suatu acuan
masyarakat dalam merumuskan pertanyaan dan cara menjawab. Pada saat inilah
sebuaah teori ditempatkan sebagai sebuah paradigma, yakni sebuah pandangan mendasar
tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subject
matter) dari suatu cabang ilmu.
Paradigma lama
adalah guru memberikan pengetahuan kepada siswa
yang pasif. Dalam konteks pendidikan
tinggi, paradigma lama ini juga berarti jika seseorang mempunyai pengetahuan
dan keahlian dalam suatu bidang dia pasti dapat mengajar. Dia tidak perlu tahu
proses belajar mengajar yang tepat. Dia hanya perlu menuangkan apa yang
diketahuinya ke dalam botol kosong yang siap menerimanya. Banyak guru menganggap
bahwa paradigma lama ini sebagai satu-satunya alternatif. Mereka mengajar
dengan metode ceramah dan mengharapkan
siswa 3 DCH (Datang Duduk Dengar Catat dan Hafal) serta mengadu siswa satu
dengan yang lain.
Salah satu tuntutan gerakan
reformasi tahun 1998, ialah setelah lengsernya pemerintahan Suharto sekaligus
berakhirnya masa orde baru melahirkan era reformasi. Banyak perubahan yang
terjadi dinegeri ini mulai dari reformasi birokrasi, demokrasi, ketatanegaran
sampai ketingkat pendidikan nasional. Banyak perubahan yang terjadi dalam sistem
pendidikan kita, hal ini bertujuan untuk membentuk sumber daya manusia yang
mampu bersaing secara global.
Menurut H.A.R Tilaar, dalam paradigma lama pendidikan nasional terdapat beberapa hal pokok yang harus diperhatikan diantaranya:
1.
POPULARISASI PENDIDIKAN
a.
Peningkatan pendidikan merupakan pemutusan mata rantai kemiskinan (teori
lingkaran setan).
b.
Mempecepat terpenuhinya pendidikan sekolah dasar untuk semua anak usia
sekolah dasar.
c.
Merintis pelaksanaan wajib belajar Sembilan tahun untuk meningkatkan kecerdasan rakyat.
Kenyataan yang terjadi di lapangan:
a)
Peningkatan kuantitatif pendidikan tidak sejalan dengan peningkatan tingkat
produktivitas. Tingkat
keterampilan output pendidikan
Indonesia termasuk
terendah di Asia.
b)
Tingkat pengangguran sarjana makin meningkat karena minimnya lapangan kerja dan kompetensi output pendidikan
c)
Popularisasi pendidikan tidak sejalan dengan investasi untuk sektor pendidikan dan anggaran
belanja pemerintah.
d)
Popularisasi tidak sejalan dengan peningkatan kualitas pendidikan, karena
yang diperhatikan adalah kuantitas pendidikan.
2.
SISTEMATISASI PENDIDIKAN
a.
Dengan adanya sistem
yang baku dapat
dihasilkan hal – hal berikut :
1)
Perencanaan dan manajemen yang efisien.
2)
Memudahkan supervisi.
3)
Peningkatan mutu pendidikan.
b.
Penyeragaman pendidikan akan menghasilkan terwujudnya kesatuan bangsa.
c.
Estatisme dalam pendidikan akan
menjaga mutu pendidkan nasional.
Kenyataan yang terjadi di lapangan:
a)
Sentralisasi pengelolaan, kurikulum, pengadaan dan penyebaran tenaga
pengajar.
b)
Pembakuan berbagai jenis kurikulum dari TK sampai PT.
c)
Dengan berdalih meningkatkan mutu diadakan sistem evaluasi terpusat seperti UN, UNMPTN.
d)
Lembaga–lembaga birokratik didirikan untuk memupuk sistem kekuasaan yang
mematikan inovasi pendidikan
seperti KOPERTIS, BAN.
e)
Lembaga-lembaga pendidikan dari dan oleh masyarakat (swasta) dipersempit ruang
geraknya.
3.
PROLIFERASI PENDIDIKAN
a.
Praksisi pendidikan terjadi di sekolah maupun diluar sekolah.
b.
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama orang tua, masyarakat dan
Negara.
c.
Pertumbuhan ekonomi harus diikuti dengan persiapan-persiapan tenaga terampil oleh sistem pendidikan nasional.
Kenyataanya :
a)
Pendekatan formal tentang
pendidikan telah mengakibatkan pengaruh-pengaruh
informasi dalam pembentukan watak peserta didik semakin signifikan.
b)
Pendidikan telah dipersempit menjadi schooling.
c)
Pendidikan dianggap sebagai state business yang non profit,
sedangkan Negara sendiri kekurangan biaya.
d)
SISDIKNAS berorientasi pada supply, bukan pada demand
(kebutuhan) masyarakat.
4.
POLITISASI PENDIDIKAN
a.
Pendidikan adalah alat mempertahankan
ideologi negara.
b.
Pendidikan nasional yang baik dengan sendirinya dapat memecahkan masalah-masalah sosial budaya.
c.
Manajemen pendidikan ditangani oleh birokrasi agar tercipta kesatuan
persepsi dalam menjalankan tugas pendidikan.
Kenyataannya :
a)
Sakralisasi ideologi nasional bertentngan dengan pengembangan berpikir
kritis yang menjadi tujuan pendidikan.
b)
Pendidikan dibebani tujuan suci tetapi tidak didukung dana yang memadai dan
profesi guru yang terpuruk.
Dalam perkembangannya yang sejalan dengan
perubahan zaman dan semakin beragamnya kebutuhan masyarakat, apa yang diyakini sebagai kebenaran itu kemudian
mengalami kegoncangan hingga kemudian mengalami kekacauan (anomali) karena asumsi-asumsi paradigma lama yang tidak lagi mampu
menjawab persoalan yang muncul. Akibatnya timbullah krisis dan terjadi revolusi
ilmu pengetahuan. Setelah terjadi revolusi akan ditemukan teori baru, dan dari
sinilah akan muncul paradigma baru.
Melihat
kenyataan di lapangan yang begitu memprihatinkan, maka sistem pendidikan
nasional yang dulu menganut paradigma lama, kini melakukan perubahan paradigma
pendidikan menjadi:
1.
Perubahan
paradigma pendidikan dari paradigma lama yang berpusat pada guru (teacher-centered)
menjadi model pembelajaran yang berfokus pada siswa (student-centered).
2.
Perubahan
paradigma pendidikan dari model yang tertutup, terpisah, atau terisolasi dengan
lingkungan dan masyarakatnya menjadi model pendidikan yang terbuka, erat, dan
akrab dengan habitat dan masyarakat.
3.
Perubahan
paradigma pendidikan yang bersifat sentralistik menjadi desentralistik.
4.
Perubahan
paradigma pendidikan dari yang cenderung berdimensi kognitif menuju paradigma
pendidikan yang berdimensi integral dan holistik.
Desentralisasi dan sentralisasi pendidikan (otonomi
daerah) merupakan salah satu perubahan yang lahir pada era reformasi, hal ini
bertujuan untuk membentuk demokratisasi, yang mengarah pada dua hal yakni
pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda). Hal ini
berarti peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi
masyarakat. Demikian juga perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis
dan yang telah berlangsung lebih dari setengah abad, akan diperkecil dengan
memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah yang dikenal
dengan sistem desentralisasi. Kedua hal ini harus berjalan secara simultan.
Selain itu, satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal, merupakan
paradigma baru pendidikan dan harus terus ditingkatkan demi mendorong
percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang dimiliki oleh
masyarakat lokal. Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan
lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal.
Pemerataan pendidikan secara nasional ada beberapa jalur
pendidikan yang bias ditempuh. Setelah reformasi terjadi sedikit perubahan
jalur pendidikan dari 2 jalur (masa orde baru): sekolah dan luar sekolah
menjadi 3 jalur (era reformasi): formal, nonformal, dan informal. UU NO 20
tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 13 yang berbunyi, “(1) Jalur pendidikan
terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
(2) Pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau
melalui jarak jauh”, merupakan perubahan mendasar dalam sistem pendidikan
di Indonesia.
Tujuan pendidikan nasional seperti tertuang dalam UU No
20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS Pasal 3 menyebutkan, ”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”, akan tercapai
apabila adanya kerjasama yang solid antara pemerintah pusat, pemerintah daerah
dan rakyat Indonesia serta didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.
Identitas
Penulis
Yogie Enjang
Gumilar
eks Mahasiswa
Fakultas Pendidikan Agama Islam
UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta
Nomor
Telepon/HP : 0857 2719 2713
0 komentar:
Posting Komentar