.quickedit{display:none;}

Kamis, 06 Agustus 2015

PARADIGMA PENDIDIKAN NASIONAL

Paradigma adalah cara seseorang memandang kenyataan dalam kehidupan. Istilah paradigma populer karena pemikiran Thomas Kuhn (1970) dalam bukunya The Structure of Scientific Revolutions ketika menjelaskan revolusi ilmu pengetahuan. Kuhn menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan berkembang dari masa awal pembentukan. Setelah memasuki masa pembentukan, ilmu pengetahuan memperoleh pengakuan, dan kemudian berkembang menjadi sebuah paradigma. Pada tahap ini sebuah teori ilmu pengetahuan diakui sebagai suatu kebenaran dan dijadikan sebagai suatu acuan masyarakat dalam merumuskan pertanyaan dan cara menjawab. Pada saat inilah sebuaah teori ditempatkan sebagai sebuah paradigma, yakni sebuah pandangan mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subject matter) dari suatu cabang ilmu.
Paradigma lama adalah guru memberikan pengetahuan kepada siswa  yang pasif. Dalam konteks pendidikan  tinggi, paradigma lama ini juga berarti jika seseorang mempunyai pengetahuan dan keahlian dalam suatu bidang dia pasti dapat mengajar. Dia tidak perlu tahu proses belajar mengajar yang tepat. Dia hanya perlu menuangkan apa yang diketahuinya ke dalam botol kosong yang siap menerimanya. Banyak guru menganggap bahwa paradigma lama ini sebagai satu-satunya alternatif. Mereka mengajar dengan metode  ceramah dan mengharapkan siswa 3 DCH (Datang Duduk Dengar Catat dan Hafal) serta mengadu siswa satu dengan yang lain.
Salah satu tuntutan gerakan reformasi tahun 1998, ialah setelah lengsernya pemerintahan Suharto sekaligus berakhirnya masa orde baru melahirkan era reformasi. Banyak perubahan yang terjadi dinegeri ini mulai dari reformasi birokrasi, demokrasi, ketatanegaran sampai ketingkat pendidikan nasional. Banyak perubahan yang terjadi dalam sistem pendidikan kita, hal ini bertujuan untuk membentuk sumber daya manusia yang mampu bersaing secara global.
Menurut H.A.R Tilaar, dalam paradigma lama pendidikan nasional terdapat beberapa hal pokok yang harus diperhatikan diantaranya:
1.      POPULARISASI PENDIDIKAN
a.         Peningkatan pendidikan merupakan pemutusan mata rantai kemiskinan (teori lingkaran setan).
b.         Mempecepat terpenuhinya pendidikan sekolah dasar untuk semua anak usia sekolah dasar.
c.         Merintis pelaksanaan wajib belajar Sembilan tahun untuk meningkatkan kecerdasan rakyat.
Kenyataan yang terjadi di lapangan:
a)      Peningkatan kuantitatif pendidikan tidak sejalan dengan peningkatan tingkat produktivitas. Tingkat keterampilan output pendidikan Indonesia termasuk terendah di Asia.
b)      Tingkat pengangguran sarjana makin meningkat karena minimnya lapangan kerja dan kompetensi output pendidikan
c)      Popularisasi pendidikan tidak sejalan dengan investasi untuk sektor pendidikan dan anggaran belanja pemerintah.
d)     Popularisasi tidak sejalan dengan peningkatan kualitas pendidikan, karena yang diperhatikan adalah kuantitas pendidikan.

2.      SISTEMATISASI PENDIDIKAN
a.         Dengan adanya sistem yang baku dapat dihasilkan hal – hal berikut :
1)        Perencanaan dan manajemen yang efisien.
2)        Memudahkan supervisi.
3)        Peningkatan mutu pendidikan.
b.         Penyeragaman pendidikan akan menghasilkan terwujudnya kesatuan bangsa.
c.         Estatisme dalam pendidikan akan menjaga mutu pendidkan nasional.
Kenyataan yang terjadi di lapangan:
a)    Sentralisasi pengelolaan, kurikulum, pengadaan dan penyebaran tenaga pengajar.
b)   Pembakuan berbagai jenis kurikulum dari TK sampai PT.
c)    Dengan berdalih meningkatkan mutu diadakan sistem evaluasi terpusat seperti UN, UNMPTN.
d)   Lembaga–lembaga birokratik didirikan untuk memupuk sistem kekuasaan yang mematikan inovasi pendidikan seperti KOPERTIS, BAN.
e)    Lembaga-lembaga pendidikan dari dan oleh masyarakat (swasta) dipersempit ruang geraknya.

3.      PROLIFERASI PENDIDIKAN
a.         Praksisi pendidikan terjadi di sekolah maupun diluar sekolah.
b.         Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama orang tua, masyarakat dan Negara.
c.         Pertumbuhan ekonomi harus diikuti dengan persiapan-persiapan tenaga terampil oleh sistem pendidikan nasional.
Kenyataanya :
a)      Pendekatan formal tentang pendidikan telah mengakibatkan pengaruh-pengaruh informasi dalam pembentukan watak peserta didik semakin signifikan.
b)      Pendidikan telah dipersempit menjadi schooling.
c)      Pendidikan dianggap sebagai state business yang non profit, sedangkan Negara sendiri kekurangan biaya.
d)     SISDIKNAS berorientasi pada supply, bukan pada demand (kebutuhan) masyarakat.

4.      POLITISASI PENDIDIKAN
a.         Pendidikan adalah alat mempertahankan ideologi negara.
b.         Pendidikan nasional yang baik dengan sendirinya dapat memecahkan masalah-masalah sosial budaya.
c.         Manajemen pendidikan ditangani oleh birokrasi agar tercipta kesatuan persepsi dalam menjalankan tugas pendidikan.
Kenyataannya :
a)      Sakralisasi ideologi nasional bertentngan dengan pengembangan berpikir kritis yang menjadi tujuan pendidikan.
b)      Pendidikan dibebani tujuan suci tetapi tidak didukung dana yang memadai dan profesi guru yang terpuruk.
Dalam perkembangannya yang sejalan dengan perubahan zaman dan semakin beragamnya kebutuhan masyarakat, apa yang diyakini sebagai kebenaran itu kemudian mengalami kegoncangan hingga kemudian mengalami kekacauan (anomali) karena asumsi-asumsi paradigma lama yang tidak lagi mampu menjawab persoalan yang muncul. Akibatnya timbullah krisis dan terjadi revolusi ilmu pengetahuan. Setelah terjadi revolusi akan ditemukan teori baru, dan dari sinilah akan muncul paradigma baru.
Melihat kenyataan di lapangan yang begitu memprihatinkan, maka sistem pendidikan nasional yang dulu menganut paradigma lama, kini melakukan perubahan paradigma pendidikan menjadi:
1.        Perubahan paradigma pendidikan dari paradigma lama yang berpusat pada guru (teacher-centered) menjadi model pembelajaran yang berfokus pada siswa (student-centered).
2.         Perubahan paradigma pendidikan dari model yang tertutup, terpisah, atau terisolasi dengan lingkungan dan masyarakatnya menjadi model pendidikan yang terbuka, erat, dan akrab dengan habitat dan masyarakat.
3.        Perubahan paradigma pendidikan yang bersifat sentralistik menjadi desentralistik.
4.        Perubahan paradigma pendidikan dari yang cenderung berdimensi kognitif menuju paradigma pendidikan yang berdimensi integral dan holistik.      

Desentralisasi dan sentralisasi pendidikan (otonomi daerah) merupakan salah satu perubahan yang lahir pada era reformasi, hal ini bertujuan untuk membentuk demokratisasi, yang mengarah pada dua hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda). Hal ini berarti peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat. Demikian juga perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung lebih dari setengah abad, akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah yang dikenal dengan sistem desentralisasi. Kedua hal ini harus berjalan secara simultan. Selain itu, satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal, merupakan paradigma baru pendidikan dan harus terus ditingkatkan demi mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang dimiliki oleh masyarakat lokal. Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal.
Pemerataan pendidikan secara nasional ada beberapa jalur pendidikan yang bias ditempuh. Setelah reformasi terjadi sedikit perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur (masa orde baru): sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur (era reformasi): formal, nonformal, dan informal. UU NO 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 13 yang berbunyi, “(1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal  yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. (2) Pendidikan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  diselenggarakan  dengan  sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh”, merupakan perubahan mendasar dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Tujuan pendidikan nasional seperti tertuang dalam UU No 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS Pasal 3 menyebutkan, ”Pendidikan  nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”, akan tercapai apabila adanya kerjasama yang solid antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan rakyat Indonesia serta didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.

Identitas Penulis
Yogie Enjang Gumilar 
eks Mahasiswa Fakultas Pendidikan Agama Islam
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Nomor Telepon/HP : 0857 2719 2713

0 komentar:

Posting Komentar